Nureini Pembina Istri Nelayan

http://www.danamonaward.org/index/finalis/4/finalis%20ke-4.html

Marwah tak mungkin lupa masa-masa itu: ketika setiap hari seperti main dadu. Hari ini bisa makan, besok belum tentu. Pendapatan suaminya sebagai nelayan tidak dapat ditebak. Bila hasil tangkapan ikan melimpah, ia bisa bernapas agak lega. Bila sedang musim paceklik, ia – dan banyak ibu rumah tangga di kampungnya-mengutang beras di warung.

Sekarang ia merasa jauh lebih baik. Bekerja sebagai tukang menghambur abon ikan dan mencabut duri ikan, ia diupah Rp 30 – 50 ribu per hari. Pendapatannya bisa bertambah jika ia juga melakukan pekerjaan lain, misalnya menggoreng abon ikan, yang dibayar Rp 250 ribu sekali menggoreng. “Dua tahun ini biaya membayar kontrak rumah saya yang bayar,” ujarnya ketika ditemui akhir September lalu. Baca lebih lanjut

Nureini, “Pembina Istri Nelayan”

http://www.tempo.co/read/news/2011/11/04/173364968/Pengolah-Sampah-Raih-Danamon-Award-2011

Rendahnya tingkat pendapatan nelayan di Patingaloang, Sulawesi Selatan, membuat Nureini, 42 tahun, tergerak untuk melakukan suatu kegiatan yang dapat menambah penghasilan masyarakat nelayan Patingaloang. Saat ditinggal melaut, kebanyakan para istri nelayan menganggur. Nureini mengajak mereka mengolah ikan menjadi produk makanan olahan. Ikan yang biasanya hanya sebagai lauk, diolah menjadi abon yang memiliki nilai ekonomis tinggi.. Nureini juga mendirikan kelompok Fatimah Azzahra yang beranggotakan sekitar 200 istri nelayan. Nama Fatimah Azzahra juga digunakan sebagai merk dagang abon ikan olahan mereka. Patingaloang kini dikenal sebagai penghasil abon ikan bermutu. Produk abon ikannya menjadi salah satu pilihan buah tangan dari Makassar.